Wednesday, February 11, 2009

Trip to Pangandaran and Green Canyon

Setetes air jatuh dari atas mengenai wajah saya, tepat saat perahu yang kutumpangi memasuki areal bertebing tinggi. Air menetes dari celah-celah batu di langit-langit. Sejuk, bening dan hijau.

Green Canyon, 45 menit dari Pantai Pangandaran, adalah keindahan alam perpaduan sungai, tebing dan hutan. Di ujung sore itu, dengan sisa-sisa jingga senja, suasana Green Canyon terasa dramatis.

Awalnya, saya dan xtin hanya berniat untuk pergi ke Pantai Pangandaran. Bagi penjelajah pemula semacam saya, memutuskan untuk berangkat berdua saja sudah merupakan tantangan tersendiri.

Perjalanan dari Jakarta ke Pangandaran ditempuh dengan bus dari Terminal Kampung Rambutan. Kami berencana berangkat dini hari. Tiba di terminal 03.00 am.

Surprise!!! Terminal masih sangat sepi, dan jelas tidak ada aktivitas sama sekali. Begitu memasuki terminal, kami langsung dipalak bayar seribu per orang oleh satu bapak yang entah muncul dari mana.

Ternyata bus langsung menuju Pangandaran hanya ada Perkasa Jaya yang akan berangkat 06.30 am. Harus menunggu beberapa jam lagi baru berangkat, sempat menciutkan semangat saya.

Menunggu dalam ketidakpastian berangkat atau tidak sungguh menyiksa. Masa penantian diisi dengan rasa kantuk, komunikasi yang banyak diam, keputusan yang menggantung, dan akhirnya kami tetap berangkat.

Bus Perkasa Jaya tanpa AC berangkat 06.50 am. Perhentian pertama 10.00 am di Nagrek, Garut. Tiba di Pangandaran 02.30 pm. Naik becak Rp. 20 ribu, menuju hotel Aquarium yang ketemu di Yellow Pages dan sudah dibooking sebelumnya. Rate hotel Rp. 245 ribu.

Sepanjang Pantai Barat dipenuhi oleh hotel-hotel kecil dengan view ke pantai. Mungkin untuk hotel-hotel lain di belakangnya bisa dapat rate lebih murah. Setelah check in, kami langsung mengunjungi Cagar Alam.

Tiket masuk Cagar Alam Rp. 5.500,-/orang. Ada yang menawarkan jasa tour guide seharga 65 ribu, yang tentu saja kami tolak, because it’s a low budget trip. Hutan itu sering dijadikan sebagai tempat shooting film kolosal.

Selain Cagar Alam, tidak banyak yang bisa dinikmati di samping pantainya sendiri. Pantainya pun sesungguhnya tidak terlalu istimewa. Namun, karena saya ini pecinta pantai, jadi tetap saja terasa nikmat diterpa angin laut yang asin dan lembab.

Untuk makan malam, di sepanjang Pantai Barat hanya ada 3 restoran, Mungil Steak (penuh oleh turis asing), Only One Resto, dan Bamboo Café. Kami memilih Only One, dan makanan yang dipesan lama sekali keluarnya. Soal rasa, yah begitulah.

Setelah makan malam, tidak banyak yang bisa dilakukan, jadi kami memilih istirahat saja. Keesokannya, kami menyewa sepeda gandeng dengan tarif Rp. 10 ribu/jam. Kami keliling perkampungan sekitar dan menjaring info tour ke Green Canyon.

Rata-rata paket tour menggunakan mobil, maka terasa mahal untuk low budget trip kami. Bahkan untuk naik ojek ke sana pun masih terasa mahal juga. Akhirnya xtine berpikir untuk menyewa motor saja, dan dia yang bawa.

I thinked she’s crazy. Dia baru belajar naik motor dari bapaknya, belum, tiba-tiba mengajukan diri bawa motor memboncengi saya di jalanan kampung 2 ruas bolak-balik, dengan jarak tempuh 45 menit. Bahkan kami belum tahu jalan menuju sana. Gila…

Menolak pada awalnya, tapi karena prinsip low budget yang ketat, mau tidak mau keselamatan saya dinomorduakan. “Bisalah…”, ucapnya berulang-ulang. Melecehkan reaksi saya yang menurutnya worry too much.

Akhirnya ada seorang bapak yang mau menyewakan motornya, Rp. 60 ribu dari jam 2 pm sampai jam 6-an pm. Diajarin dulu cara starter motor, karena xtine kagok tiba-tiba. Tampaknya si pemilik sedikit menyesal menyewakan motornya ke kami.

Setelah makan siang, kami berangkat ke Green Canyon. Dengan petunjuk ala kadarnya dari pemilik motor, ternyata memang tidak susah menemukannya

Total waktu tempuh 45 menit tiba pukul 4.30 pm. Jam operasionalnya sampai jam 05.00 pm. Sewa perahu yang maksimal bisa dimuat 6 orang seharga Rp. 75 ribu. Satu perahu cuma saya, xtine, dan dua orang petugasnya.

Diawali dengan pemandangan sungai yang biasa saja, kemudian melewati jeram kecil dengan air yang semakin jernih. Pemandangan spektakuler hadir saat memasuki gua dengan tebing tinggi kehijauan. Stalagtit gelantungan di langit-langit gua.

Mata air dari celah batu di atas meneteskan kesejukan di wajah saya. I felt so relieve. Perjalanan dengan perahu berakhir di batu besar di dalam gua. Batu dengan mudah bisa dipanjati. Di baliknya ada cerukan besar dengan air bening dan hangat.

Kami ditawari untuk berenang, tapi karena sudah berencana untuk langsung pulang setelah dari sana, akhirnya kami cuma main air sebisa mungkin tanpa membasahi pakaian.

Wisata di Green Canyon menghabiskan waktu sekitar 1 jam. Pulang dari sana, setelah mengembalikan motor, kami langsung ke terminal mencari bus ke Jakarta. Sempat makan malam di warung ayam panggang dalam terminal.

Pulang dengan bus Perkasa Jaya dengan AC, berangkat 07.00 pm. Tiba di Terminal Kampung Rambutan 03.00 am esokannya (Senin). Sampai rumah 04.00 am. Berangkat ke kantor 06.30 am.

Ironisnya, paginya saya malah merasa segar dan tidak lelah. Sudah tidak sabar ingin menceritakan pengalaman seorang penjelajah pemula kepada anak-anak kantor. Maksud hati ingin sedikit menyombongkan diri, apa tanggapan mereka?

“Ha? Pergi berduaan aja? Pulang pergi 16 jam dalam bus? Berangkat Sabtu pagi pulang Senin dini hari? Niat banget sih? Kalo gue sih ogah deh…”

My Little Paradise

Stomach cram and headached came along during menstruation, something that I already get used to. Tiring day as usual, since its my first menstruation day. Went to hospital before lunch, appointment with a shy n cute skin specialist in Mitra Keluarga Hospital. He removed “fish eye” in my foot. He cut it with a tiny scissor. It hurted a little, but no big deal. Actually, I thought im going to have a surgery, thank God, no need to.

Going to office after escaping to Hospital, having lunch in the office. Suddenly, feeling a little dizzy and unwell. Feeling so sure that its my period, and im blaming my self for forgetting to consume Kiranti 3 days before. Cause its kinda work for reducing the cram…a lot…

And again, thank God, its not raining on 5.30 pm. Going home as soon as I play zuma long enough to make me surrender on the 12-1 level. Planning to go bed as soon as I can…The headached is so disturbing. Feeling weak too.

Feeling a little hungry (what a big eater, I’ve just finish my light dinner), but there’s not any snack left in the kitchen (I really wish my tongue can touch the salt of Pringle’s chips or my teeth can chew those crispy Mr Potato)…

Try to find something in the kitchen to feed my appetite. Sadly, nothing left but some instant food….instant cappucinno. Yippy….I cant refuse to drink it. Actually I don’t know the criteria to define coffee addiction. But, I’ve been consuming black coffee in small portion since many years ago. When I find out something not right with my gastric, I try to stop consume coffee. Ever since then, I found it kinda hard for me passing the day, feel sleepy all day long and not fit enough to do anything. But, I get through it.

Yeah…enjoying my hot cappucinno while listening to my music … And I used to called it “my little paradise”.

Little Paradise = Hot Coffee + Good Music

Or

Little Paradise = Good Novel + Good Music

Or

TRUE HEAVEN = GOOD NOVEL + HOT COFFEE + GOOD MUSIC

My God, I’ve just realized its been too long I didn’t experience my little paradise. How can I forget this…

Drinking this cappucinno, pump up my spirit..but still leaving me with my headached. But the music healed me already hehehe…
Listen repeatly to “Love Song” by Simply Red…
Soaking me deep inside the ocean of extacy…

Taste it…Lets get drunk together…in my little paradise...