Friday, April 23, 2010

Ada Surga di Ujung Kulon

Let’s go to UK”, demikian bunyi sms dari seorang teman. Yang dimaksud bukanlah pergi ke United Kingdom di Eropa, melainkan ke Ujung Kulon di Jawa Barat yang terkenal dengan badak bercula satunya.

Berangkat dari Jakarta dengan mobil selama sekitar 8 jam, dan dilanjutkan dengan 3 jam melintasi laut dengan kapal, tentu terdengar sangat melelahkan. Tapi semua itu terbayar setimpal dengan pemandangan alam yang indah di Ujung Kulon.

Ujung Kulon dikenal sebagai Taman Nasional yang terdiri dari aneka tumbuhan dan satwa. Berbagai objek wisata alam yang menarik, seperti hutan, taman laut dan pantai pasir putih sulit ditemukan di tempat lain.

Snorkling di Pulau Peucang
Saat kapal merapat ke dermaga di Pulau Peucang, warna laut di garis pantai tampak hijau tosca. Air laut begitu bening, sehingga gerombolan school fish yang berenang di laut pun terlihat dari kapal.

Sesekali rombongan school fish berlompatan ke atas permukaan laut, gemericik air terdengar menyenangkan. Siapa yang mampu menolak untuk snorkling saat melihat keindahan seperti ini?

School fish datang menyambut saat snorkling dimulai. Berenang menyusuri garis pantai, tidak lama kemudian, tampaklah terumbu karang yang indah dengan aneka warna. Ikan-ikan kecil warna-warni berenang di sela-sela karang.

Sengaja saya mendekat ke anemon laut, untuk mencari ikan badut. Tampaklah seekor ikan badut yang ternyata ukurannya cukup besar, tidak seperti ikan badut yang pernah saya lihat di aquarium air laut.

Dengan menaburkan ramah-remah roti, maka semakin banyak ikan kecil yang terpancing keluar. Berenang di antara aneka ikan dan terumbu karang yang indah, terasa seperti berada di planet lain. Menyenangkan, sekaligus menenangkan.

Ujungnya Pulau Jawa
Dari Pulau Peucang, kami bertolak menuju ke Cibom yang ditempuh dengan kapal selama 2 jam. Tiba di Cibom, kami berjalan menelusuri hutan lebat selama lebih dari 30 menit. Jalan yang dilalui cukup datar, namun tanah agak berlumpur dengan sekali-kali harus melewati batang pohon besar yang tumbang menghadang jalan.

Setelah itu, tibalah di Tanjung Layar, yaitu tebing batu tinggi dan besar dengan hempasan ombak yang pecah di batu. Beberapa batu besar dapat dipanjati, untuk mendapatkan sisi yang lebih tepat menikmati pemandangan indah ini.

Jika Anda adalah pecinta fotografi, mungkin saat yang tepat mengunjungi tempat ini adalah saat matahari terbit. Cahaya dari timur akan jatuh menyinari tebing tinggi yang ada di sisi kanan.

Di Tanjung Layar terdapat mercusuar peninggalan Belanda, dan di titik inilah ujung paling barat Pulau Jawa. Jangan membayangkan mercusuar dari bangunan tembok, mercusuar yang ada hanya berupa menara dari kerangka yang tidak dapat dinaiki oleh pengunjung.

Mengintip Banteng di Cidaon
Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke Cidaon. Di Cidaon, kami melakukan trekking singkat sekitar 20 menit untuk mencapai padang savana. Dari jauh, tampak beberapa ekor sapi hutan, banteng dan merak.

Sayangnya binatang tersebut tidak dapat didekati karena dikhawatirkan mengganggu kenyamanan mereka. Kami pun mengambil foto dari jauh dan tetap menjaga ketenangan. Harapan untuk melihat badak pun sirna, karena menurut guide-nya memang tidak mudah untuk menemukannya.

Sunset di Cidaon seharusnya merupakan moment bagus untuk foto, namun kondisi langit yang tertutup awan hitam mengharuskan kami segera bertolak pergi kembali ke Pulau Peucang.

Saat kapal bertolak dari dermaga, di langit tampak beberapa ekor kelelawar yang terbang menuju ke Cidaon. Saya membayangkan kehidupan malam di hutan itu tentulah lebih liar dan penuh petualangan.

Pulau Kecil Mungil Berpasir Putih
Di hari berikutnya, kami mengunjungi spot lain untuk snorkling yaitu Pulau Badul, yang jika air laut sedang pasang, maka pulau tersebut akan tenggelam di bawah permukaan laut. Perjalanan dengan kapal sekitar 2-3 jam dari Pulau Peucang.

Angin kencang bertiup sehingga ombak tinggi mengguncang kapal dengan cukup hebat. Beberapa rekan seperjalanan pun sempat merasa mabok laut. Namun, tekad kami untuk snorkling di Pulau Badul tak tergoyahkan, maka perjalanan tetap dilanjutkan.

Dari jauh, Pulau Badul pun sudah tampak bersinar karena pasirnya yang putih dengan pohon-pohon berwarna hijau terang. Air laut berwarna biru cerah, mengundang kami untuk segera menceburkan diri, menikmati panorama alam bawah air.

Lebih mudah menemukan terumbu karang di Pulau Peucang daripada di Pulau Badul, karena laut di Pulau Badul dasarnya lebih dalam dan ombaknya lebih besar. Ikan-ikannya pun tampak lebih pemalu dan enggan keluar dari karang.

Saat mendongakkan kepala ke atas, dengan pemandangan dominasi biru dari langit dan laut, rasanya sungguh menenangkan. Surgakah ini? Dan siapakah yang tidak mengucap syukur saat berada di tempat seperti ini?








Ada apa lagi di Pulau Peucang?
Pulau Peucang dikelola oleh Departemen Kehutanan, sehingga semua satwa di pulau ini dilindungi negara. Lokasi penginapan dekat dengan dermaga dan menyatu dengan hutan di baliknya. Tempat penginapan berupa cottage besar berisi beberapa kamar. Perhitungan harga berdasarkan jumlah kamar yang digunakan.

Kamar tanpa AC namun cukup nyaman dan bersih, berisi 2 single bed dengan kamar mandi di dalam. Tampak beberapa ekor monyet berkeliaran sekitar cottage. Ternyata mereka cukup agresif untuk merebut makanan dari para pengunjung, dan barang di dalam plastik.

Selain monyet, tampak juga beberapa ekor babi liar yang berkeliaran di halaman tengah. Pada saat malam hari, muncul rusa-rusa memenuhi halaman, santai menikmati malam. Mereka tampak bersahabat, namun malu saat didekati.

Di balik penginapan terdapat hutan lebat dengan pohon-pohon yang sudah tua. Jika ditelusuri dengan trekking, maka dengan waktu tempuh sekitar 2 jam, akan mencapai ujung lain Pulau Peucang, yaitu Karang Copong.

Suasana pagi di Peucang sangat indah dan tenang. Anda dapat melakukan trekking ke hutan di balik penginapan, atau snorkling di pantai depan yang penuh dengan terumbu karang indah. Bagi yang hobby memancing, dermaga di pantai merupakan spot tepat, karena ikan-ikan di sana seolah-olah memang menunggu untuk dipancing.


Bahkan, saat kami baru tiba di Pulau Peucang, kami disambut oleh seekor ikan kwe yang cukup besar. Ikan tersebut hasil pancing seorang pengunjung, dan digantung di cabang pohon. Sudah terbayang kan nikmatnya kwe bakar yang masih segar?

Cara Mencapai Pulau Peucang
Lokasi Ujung Kulon ada di sisi paling barat Pulau Jawa. Ditempuh dari Jakarta melewati Anyer, Carita, dan Labuan; kemudian melewati desa Sumur. Dari Sumur diteruskan ke arah selatan menuju Desa Taman Jaya, namun kondisi jalan cukup rusak. Waktu tempuh dengan mobil sekitar 8 jam.

Dari Desa Taman Jaya, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kapal. Waktu tempuh untuk mencapai Pulau Peucang sekitar 3 jam, tergantung kondisi angin.

Saat ini ada banyak jasa organizer yang menyelenggarakan trip ke Ujung Kulon, dan biasanya dalam satu perjalanan, jumlah peserta maksimal 25 orang. Beberapa organizer penyelenggara seperti Jejak Kaki dan NLAdventure.

Tips
Ujung Kulon merupakan wilayah yang memiliki banyak hutan yang menjadi tempat berkembang-biaknya nyamuk malaria. Pencegahan dapat dilakukan dengan konsumsi obat malaria 1 minggu sebelum berangkat, kemudian 1 hari sebelum berangkat, dan 1 minggu sesudah pulang. Obat malaria yang biasanya dikonsumsi seperti Kina, Resochin, Quinin, dan Kloroquin.

Penggunaan krim anti-nyamuk (repellent) juga sangat dianjurkan untuk menghindari gigitan nyamuk. Selain itu, oleskan juga krim sunblock dengan SPF tinggi untuk menghindari sunburn karena banyak aktivitas di bawah terik matahari.

Perjalanan ke Pulau Peucang, Ujung Kulon merupakan rangkaian perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Sebelum berangkat, sebaiknya peserta menjaga kondisi fisik agar tetap fit. Perjalanan melintasi laut dengan kapal juga cukup melelahkan, dan sebaiknya mengkonsumsi obat anti mabok sebelumnya.

Bagi peserta yang akan melakukan kegiatan snorkling, sebaiknya membawa sendiri peralatannya. Tidak ada penyewaan peralatan snorkling di Pulau Peucang, tetapi ada di desa Taman Jaya.

Satu hal yang jangan terlewatkan, menikmati taburan bintang di langit sambil tiduran di dermaga tepi pantai. Menatap langit gelap luas terbentang bertaburkan bintang, tanpa terhalang kabel/tiang listrik, tanpa gedung-gedung tinggi; sambil merasakan hembusan angin laut ditemani deburan ombak yang lembut, menutup malam dengan sempurna.

At The End
Selama perjalanan ke Ujung Kulon, berulangkali saya ter-wow oleh pemandangan alam yang indah dan menikmati suasana akrab yang tercipta antara sesama peserta. Keseimbangan dalam kehidupan tak jauh dari kemampuan kita menjaga keseimbangan hubungan kita dengan alam.

Tak terasa kami menjadi sedikit disadarkan untuk menjaga alam ini, setidaknya dimulai dengan hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya. Lets start to save the world, every little thing we do does count.