Friday, December 5, 2008

Milan Sladek, Ekspresi dalam Diam

Oleh Ester


Sosok berwajah sangat putih dengan bibir tersenyum lebar ala Joker, terpampang pada iklan di koran maupun poster yang tersebar. Itulah pose Milan Sladek, seorang maestro pantomim. Lahir tahun 1938 di Slowakia, ia merupakan seniman pantomim senior yang masih aktif mengadakan pertunjukan.

Penampilannya di Goethe Institute Jakarta pada Kamis malam, 4 Desember 2008, mendapat sambutan hangat. Ruang pertunjukan dipadati oleh penonton yang rata-rata berasal dari kalangan expatriat asal Jerman, pelajar di Goethe Haus dan kalangan pecinta seni dan budaya.

Dalam pertunjukan tersebut, ia menampilkan 6 lakon cerita. Diawali dengan Bunga Matahari, kemudian Party, Ikarus, Swan Lake, Cho-Cho-San, dan ditutup dengan Samson Und Delilah. Acara dimulai pada pukul 7.30 pm dengan total durasi acara sekitar 75 menit

Berpenampilan sederhana, Milan Sladek dengan ekspresif melakonkan setiap tokoh. Ia berganti busana yang berbeda di Cho-Cho-San. Pada cerita bernuansa Jepang ini, ia mengenakan kimono, lengkap dengan rambut dicepol dan payung ala Jepang. Ini memberikan sentuhan warna pada penampilan pantomim yang identik dengan ‘black and white’.

Dalam kesunyian yang kadang diiringi oleh alunan lagu dan suara hentakan kakinya, ia menghidupkan cerita melalui isyarat, mimik muka dan gerak.tubuh. Cerita yang ditampilkan mengutamakan lakon komedi, kecuali pada Ikarus yang menceritakan perjuangan hidup burung yang terluka sayapnya.

Sedangkan cerita lain penuh humor dan menghibur. Lebih-lebih pada ‘Samson Und Delilah’, di mana ia melakonkan tokoh wanita dan pria secara bergantian. Bahkan adegan ‘pemerkosaan’ dan ‘pengebirian’ pun dibungkus secara kocak, dan menutup penampilannya malam itu dengan ledakan tawa penonton.

Milan Sladek, seniman asal Jerman ini telah menggeluti dunia pantomim selama lebih dari 50 tahun. Ia membentuk sebuah gaya pantomim yang individual dan modern. Sampai sekarang pun ia masih terus mengembangkan gayanya sendiri.

“Saat adegan minum bir, saya harus benar-benar membayangkan diri sedang minum bir. Dari cara memegang gelasnya, cara meminumnya, hingga saat mencicipi bir seolah-olah benar terasa”, ia menjelaskan caranya menghayati peran.

Ekspresi dalam diamnya membuat penonton terpukau. Usai acara, keahliannya ’berbicara’ dalam diam, menjadi bahan pembicaraan hangat di antara para penonton.

4 comments:

Yalfrin said...

Bagus Ester, saya menikmati tulisanmu. Selalu buatlah deskripsi situasi yang kuat yang akan akan membawa pembaca seolah-olah berada di tempat tersebut. Great !

Arts Entertainment Community said...

gue seneng dengan artikel pantomin dan wawasan mereka tentang apa itu penghargaan atas seni yg mereka tancap dalam jantung hatinya.untuk penulis tolong lebih banyakin donk artikel seninya?!

Unknown said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Unknown said...

Komen saya adalah komen berlatar konflik masa lalu. Dengan mengeposkan komen ini saya menarik komen saya sebelumnya.